Sejak dulu telah dikemukakan bahwa hewan maupun tumbuh-tumbuhan tersusun atas unsur-unsur yang selalu terulang dalam tubuh mahluk hidup. Pendapat ini kemudian berkembang dengan ditemukannya alat-alat optik yang sangat membantu perkembangan penelitian-penilitian biologi sel. Akhirnya, dengan melalui penelitian-penelitian lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa sel merupakan struktur dasar dan unit fungsional dari mahluk hidup.
Penelitian-penelitian lebih lanjut mendapatkan bahwa sel itu tersusun atas unsur-unsur yang sama dengan unsur-unsur anorganik dalam alam, bahkan dikemukakan pula proses-proses kimia yang terjadi dalam mahluk hidup yang paling sederhana sampai mahluk yang peling sempurna pada dasarnya adalah sama.
Biologi sel dulu juga dinamakan “sitologi” yaitu cabang biologi yang baru diakui sebagai cabang disiplin ilmu sejak akhir abad XIX, walaupun penelitian-penelitian mengenai hal ini telah dilakukan orang beberapa abad sebelumnya.
Ahli filsafat kuno terutama Aristoteles dan Paracelsus pada zaman pembaharuan telah sampai pada suatu kesimpulan bahwa “hewan dan tumbuh-tumbuhan walaupun nampaknya sangat rumit terdiri atas beberapa unsur yang selalu terulang dalam tiap tubuh makhluk hidup”.
Jadi mereka telah berpendapat bahwa hewan atau tumbuh-tumbuhan tersusun atas beberapa bagian, unsur-unsur atau elemen-elemen yang terulang dan elemen ini bergabung membentuk bangunan atau struktur tertentu dari makhluk hidup seperti membentuk daun, akar pada tanaman, atau membentuk segmen atau organ pada hewan.
Beberapa abad kemudian, setelah ditemukan lensa pembesar mulailah penggunaan alat-alat optik yang kemudian berkembang menjadi mikroskop yang akhirnya semakin sempurna. Dengan menggunakan alat-alat optik ini penelitian terhadap elemen-elemen atau bagian-bagian makhluk hidup makin meningkat.
Penemuan dan kajian awal tentang sel memperoleh kemajuan sejalan dengan penemuan dan penyempurnaan mikroskop pada abad ketujuh belas. Mikroskop yang pertama kali digunakan oleh para saintis Renaisans adalah mikroskop cahaya (light-microscope). Cahaya-tampak dilewatkan melalui spesimen dan kemudian menembus lensa kaca. Lensa ini merefraksi (membelokkan) cahaya sedemikian rupa sehingga bayangan spesimen diperbesar sedemikian rupa sehingga bayangan spesimen diperbesar sewaktu bayangan itu diproyeksikan ke mata kita.
Robert Hooke, seorang saintis Inggris, pertama kali menerangkan dan menamakan sel pada tahun 1665, ketika ia meneliti suatu irisan dari gabus (kulit batang dari pohon oak dengan menggunakan mikroskop yang memiliki perbesaran 30 kali). Walaupun meyakini bahwa kotak kecil, atau “sel”, yang ia lihat hanya dimiliki oleh potongan gabus tersebut, Hooke tidak pernah menyadari betapa penting penemuannya.
Walaupun demikian, geografi sel sebagian besar belum dipetakan hingga beberapa dasawarsa lalu. Sebagian besar struktur subseluler, atau organel, terlalu kecil untuk diuraikan oleh mikroskop cahaya.
Penyelidikan yang sama dilakukan pula oleh Grew dan Malphigi pada tanaman yang berbeda-beda dan ternyata ditemukan pula ruang-ruang yang dibatasi oleh dinding selulose dan kemudian dinamakan vesikula atau utrikula.
Tahun 1674, penerusnya seorang saintis Belanda Anthony van Leeuwenhoek menemukan organisme yang sekarang kita kenal sebagai organisem bersel tunggal. Dengan menggunakan butiran-butiran pasir yang telah ia ubah menjadi kaca pembesar berkekuatan 300 kali, Leeuwenhoek menemukan suatu dunia mikroba di dalam tetesan-tetesan air kolam dan juga meneliti sel-sel darah dan sel sperma hewan. Dengan menggunakan mikroskop yang masih sangat sederhana Leeuwenhoek dapat meneliti sel-sel yang bebas dan melihat adanya bangunan di tengah sel yang sekarang dikenal sebagai inti sel. Anthony van Leeuwenhoek melakukan banyak pengamatan terhadap benda-benda dan jasad-jasad renik dan menunjukkan pertama kali pada dunia ada "kehidupan di dunia lain" yang belum pernah dilihat oleh manusia. Karyanya menjadi dasar bagi cabang biologi yang penting saat ini: mikrobiologi.
Setelah penelitian-penelitian tersebut di atas, untuk waktu yang cukup lama yaitu lebih dari satu abad, penelitian tentang sel ini terhenti sehingga perkembangan pengetahuan tentang sel juga masih sangat terbatas.
Pada abad XIX barulah dimulai penelitian tentang sel terutama tentang isi sel. Pada tahun 1829, Hertwig mengajukan suatu teori yang disebut teori protoplasma yang menyatakan bahwa sel merupakan kumpulan substansi hidup yang disebut protoplasma yang di dalamnya mengandung inti (nukleus) dan bagian luarnya dibatasi oleh dinding sel.
Kemudian tahun 1831 Brown mengemukakan bahwa inti sel merupakan komponen dasar dan tetap dari sel. Dalam inti sel ini juga dikenal adanya protoplasma sehingga untuk membedakan protoplasma dalam sel dan protoplasma dalam inti digunakan istilah yang berbeda, yaitu sitoplasma untuk protoplasma dalam sel dan karioplasma untuk protoplasma dalam inti.
Pada tahun 1839, hampir dua abad setelah penemuan Hooke dan Leeuwenhoek, sel akhirnya diakui sebagai unit kehidupan yang terdapat di mana saja oleh Matthias Schleiden (ahli Botani) dan Theodor Schwann (ahli zoologi) dari Jerman. Dalam kasus klasik tentang penalaran induktif—pencapaian suatu kesimpulan umum berdasarkan pengamatan-pengamatan khusus—ini. Kesimpulan umum ini dikenal dengan nama teori sel. Dalam teori ini dikatakan bahwa “semua makhluk hidup tersusun atas atau terdiri dari sel-sel”. Jadi semua makhluk hidup sebenarnya merupakan kumpulan dari sel-sel atau sel merupakan elemen dasar dari makhluk hidup. Kemampuan sel untuk membelah diri menghasilkan sel-sel yang baru adalah dasar bagi semua reproduksi dan bagi pertumbuhan dan perbaikan organisme-organisme multiseluler, termasuk manusia. Teori sel ini merupakan teori yang sangat mendasar dalam pengembangan biologi sel sehingga akhirnya Schwann diakui sebagai “Bapak” dari sitologi modern.
Sejak dikemukakannya teori sel ini kemudian penelitian-penelitian di bidang biologi sel bertambah meningkat dan banyak ditemukan berbagai penemuan di bidang biologi sel maupun di bidang ilmu lain yang berkaitan erat dengan biologi sel.
Berdasarkan jumlah sel yang menyusun tubuh makhluk hidup maka Haeckel membagi dunia hewan menjadi dua kelompok besar yaitu: Protozoa (mempunyai sel tunggal) dan Metazoa (mempunyai sel banyak).
Tahun 1858, Albert Kolliker mengemukakan suatu teori di bidang embriologi yang menyatakan bahwa spermatozoa dan ovum merupakan unsur histologis yang merupakan asal dari makhluk hidup baru. Virchow pada tahun 1858 mengemukakan bahwa sel selalu berasal dari sel lain (omnis cellula e cellula) yang berarti bahwa sel mempunyai kemampuan untuk berkembang biak/membelah. Pada tahun yang sama Virchow juga mengemukakan bahwa proses patologis yang terjadi pada makhluk hidup sebenarnya terjadi pada makhluk hidup sebenarnya terjadi dalam sel-sel atau jaringan.
Tahun 1875, Hertwig mengemukakan tentang hakekat dari konsepsi yang menyatakan bahwa pada waktu konsepsi/pembuahan terjadi peleburan antara inti sel telur dan spermatozoon.
Penemuan-penemuan penting lainnya dalam bidang biologi sel banyak dikemukakan oleh para ahli diantaranya penelitian tentang pembelahan sel banyak dikemukakan oleh para ahli diantaranya penelitian tentang pembelahan sel oleh Fleming pada hewan dan Strassburger pada tanaman, sampai terungkapnya proses kariokinesis oleh Schleiden tahun1878 dan penemuan kromosom oleh Waldeyer tahun 1890.
Biologi sel telah mengalami kemajuan pesat pada tahun 1950-an dengan pengenalan mikroskop elektron. Sebagai pengganti cahaya-tampak, mikroskop elektron (electron microsope) memfokuskan berkas elektron melalui spesimen. Daya urai dihubungkan terbalik dengan panjang-gelombang radiasi yang digunakan mikroskop, dan berkas elektron memiliki panajang gelombang yang jauh lebih pendek dari panjang-gelombang cahaya-tampak. Mikroskop modern secara teoretis dapat mencapai resolusi (penguraian) kira-kira 0,1 nanometer (nm), tetapi dalam prakteknya batas untuk struktur biologis umumnya hanya kira-kira 2 nm—masih merupakan peningkatan ratusan kali lipat dari mikroskop cahaya. Para ahli biologi menggunakan istilah ultrastruktur sel untuk mengacu pada anatomi sel yang diuraikan oleh mikroskop elektron.
Penelitian-penelitian dalam bidang biologi sel berkembang terus sehingga akhir berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat dicapai kesimpulan-kesimpulan yang penting diantaranya:
· Setiap sel terbentuk atau berasal dari pembelahan sel yang sudah ada.
· Terdapat kesamaan yang mendasar dalam hal komposisi kimia dan aktivitas metabolisme.
· Fungsi makhluk hidup secara keseluruhan ditentukan oleh aktivitas dan interaksi dari unit-unit sel yang ada.
Perkembangan biologi sel yang pesat ini dipengaruhi oleh perkembangan ilmu-ilmu lain, tetapi membawa pengaruh pula terhadap perkembangan ilmu-ilmu lainnya. Ilmu-ilmu yang secara langsung dipengaruhi oleh perkembangan biologi sel ini diantaranya genetika, fisiologi, dan biokimia.
Perkembangan Biologi Sel dan Genetika
Dengan adanya penemuan Virchow tentang “omnis cellula e cellula” pada tahun 1858, ini berarti bahwa sel mempunyai kemampuan untuk berkembang biak atau membelah dengan menghasilkan sel baru yang mempunyai sifat yang sama dengan induknya. Jadi jelas bahwa ada faktor-faktor yang diturunkan oleh sel induk kepada sel anaknya/ keturunannya.
Menurut Wilson, sifat menurun akan muncul sebagai konsekuensi adanya kontinuitas genetik dari sel melalui pembelahan.
Tahun 1883, Weissman menyatakan bahwa pemindahan faktor menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya karena adanya “germ plasm” yang terdapat dalam sel kelamin.
Dengan ditemukannya hakekat konsepsi oleh Hertwig pada tahun 1875 maka penelitian tentang faktor-faktor yang menurun makin berkembang. Tahun 1879, H. Fold dan Strassburger mengemukakan teori bahwa inti sel memegang peran penting dalam proses pengalihan faktor-faktor yang diturunkan. Kemudian Roux menemukan adanya benang-benang dalam inti sel yang disebut benang-benang kromatin yang mengandung faktor-faktor yang menurun.benang–benang kromatin inilah yang menurut Waldeyer mengandung kromosom yang kemudian oleh Weissmann dikatakan mengandung unit-unit tertentu yang mengandung faktor-faktor yang diturunkan.
Asal kejadian genetika modern dimulai dari taman sebuah biara, di mana seorang biarawan bernama Gregor Mendel mencatat sebuah mekanisme penurunan sifat partikulat. Mendel menemukan prinsip dasar hereditas dengan membudidayakan kacang ercis dalam suatu percobaan yang terencana dan teliti. Mendel mungkin memilih untuk bekerja menggunakan kacang ercis karena kacang ercis memiliki banyak varietas. Sebagai contoh, ada varietas yang mempunyai bunga ungu, sementara varietas yang lain ternyata mempunyai bunga putih. Ahli genetika menggunakan istilah karakter untuk menjelaskan sifat yang dapat diturunkan, seperti warna bunga, yang terdapat pada individu. Setiap varian dari suatu karakter, seperti warna bunga ungu dan putih pada bunga, dinamakan sifat (trait).
Penggunaan kacang ercis juga membuat Mendel dapat melakukan kontrol yang ketat berkenaan dengan tanaman mana saja yang dapat saling dikawinkan. Organ kelamin dari tanaman kacang ercis terdapat pada bunganya dan setiap bunga kacang ercis mempunyai sekaligus organ kelamin jantan dan betina—masing-masing stamen (benang sari) dan karpel (putik). Biasanya tanaman ini berfertilisasi sendiri; butir-butir polen (serbuk sari) lepas dari stamen dan jatuh di karpel dari bunga yang sama, dan sperma dari polem membuahi ovum di karpel. Untuk mendapatkan penyerbukan silang (fertilisasi di antara tanaman-tanaman yang berbeda), Mendel memindahkan stamen yang belum matang dari sebuah tanaman sebelum stamen-stamen tersebut menghasilkan polen dan selanjutnya menaburkan butir-butir polen dari tanaman lain ke atas bunga yang telah “dikebiri” tersebut. Setiap zigot yang dihasilkan kemudian akan berkembang menjadi embrio tanaman yang disimpan di dalam biji (kacang). Terlepas ia memastikan memilih untuk membiarkan penyerbukan sendiri atau melakukan penyerbukan silang buatan, Mendel selalu dapat mengetahui dengan pasti asal-usul (induk) biji yang baru.
Mendel memilih untuk menelusuri hanya karakter-karakter yang bervariasi dengan pendekatan apakah karakter tersebut “ada atau tidak ada” dan bukan dengan apakah karakter tersebut “lebih banyak atau lebih sedikit”. Sebagai contoh, tanaman Mendel mempunyai bunga yang ungu saja atau putih saja; tidak ada karakter antara pada kedua varietas tersebut. Seandainya Mendel ternyata memfokuskan penelitiannya pada karakter-karakter yang terus berubah-ubah pada individu—contohnya berat biji—Mendel tidak akan pernah menemukan sifat partikulat pada penurunan sifat.
Mendel juga memastikan bahwa dia memulai percobaannya dengan varietas galur murni (true-breeding), yang berarti ketika tanaman menyerbuk sendiri, semua keturunannya akan mempunyai varietas yang sama. Contohnya, suatu tanaman dengan bunga ungu adalah perkawinan galur murni jika biji dihasilkan melalui penyerbukan sendiri menghasilkan tanaman yang juga mempunyai bunga ungu.
Dalam sebuah percobaan pengembangbiakan yang biasa dilakukan, Mendel biasanya akan melakukan penyerbukan silang terhadap dua varietas ercis galur murni yang kontras—contohnya tanaman berbunga ungu dan tanaman berbunga putih. Perkawinan, atau penyilangan dua varietas ini disebut hibridisasi. Contoh yang dijelaskan di sini lebih spesifik yaitu penyilangan monohibrid, istilah untuk penyilangan yang menelusuri penurunan sifat sebuah karakter pada kasus ini adalah warna bunga. Induk galur murni disebut generasi P (dari kata parental), dan keturunan hibridnya adalah generasi F1 (dari kata filial keturunan pertama). Membiarkan hibrid F1 ini melakukan penyerbukan sendiri menghasilkan generasi F2 (filial kedua). Mendel biasanya mengikuti sifat-sifat bawaan paling sedikit untuk tiga generasi P, F1, dan F2. Seandainya saja Mendel menghentikan percobaannya pada generasi F1, pola dasar penurunan sifat bisa saja menipunya. Analisis kuantitatif Mendel pada tanaman F2 inilah yang terutama mengungkapkan dua prinsip dasar hereditas yang sekarang dikenal dengan hukum segregasi dan hukum pemilahan bebas. Hukum dasar tentang genetika telah dikemukakan oleh Gregor Mendel pada tahun 1865, tetapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam sel belum dapat dijelaskan atau belum banyak diketahui.
Para ahli sitologi berhasil mempelajari proses mitosis pada tahun 1875 dan proses meiosis pada tahun 1890-an. Kemudian di sekitar tahun 1900-an, sitologi dan genetika bersatu pada saat ahli-ahli biologi mulai melihat kesamaan antara perilaku kromosom dan perilaku faktor-faktor Mendel. Sebagai contoh, kromosom dan gen kedua-duanya hadir dalam bentuk pasangan di dalam sel diploid. Kromosom-kromosom homolog berpisah dan alel-alel bersegregasi selama meiosis, dan fertilisasi (pembuahan) memulihkan kembali kondisi berpasangan ini baik untuk kromosom maupun untuk gen. Pada abad XX setelah biologi sel berkembang dengan pesat barulah mekanisme distribusi faktor-faktor yang menurun ini dapat dijelaskan, yaitu berdasarkan pada penelitian-penelitian Correns, Tschermack dan De Vries pada tahun 1901. Sekitar tahun 1902, Walter S. Sutton, Theodor Boveri, dan yang lain-lainnya secara terpisah memperhatikan kesamaan-kesamaan tersebut dan akhirnya suatu teori kromosom mengenai penurunan sifat mulai terbentuk. Menurut teori tersebut, gen-gen “Mendel” mempunyai lokus-lokus khusus pada kromosom, dan kromosomlah yang mengalami segregasi dan pemilahan independen.
Thomas Hunt Morgan, seorang ahli embriologi pada Columbia University adalah orang pertama yang menghubungkan suatu gen tertentu dengan kromosom khusus, di awal abad kedua puluh. Meskipun pada awalnya Morgan meragukan Mendelisme dan teori kromosom, eksperimen-eksperimen awalnya memberikan bukti yang meyakinkan bahwa kromosom memang merupakan lokasi dari faktor sifat keturunan Mendel.
Kemudian dapat pula dijelaskan bagaimana terjadinya proses pembelahan meiosis dimana dalam sel kelamin hanya terdapat kromosom yang bersifat haploid.
Penelitian-penelitian di bidang genetika berkembang terus sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam biologi sel dan kemudian muncul ilmu baru yang dikenal sebagai sitogenetika. Perkembangan sitogenetika ini kemudian sejalan pula dengan perkembangan biokimia sehingga akhirnya muncul ilmu baru yang mempelajari tentang genetika ditingkat molekul yang dinamakan genetika molekuler.
Perkembangan biologi sel dan molekuler semakin pesat dengan ditemukannya materi genetik oleh F Miescher pada awal abad ke19. Dengan menggunakan mikroskop sederhana, F Miescher telah menemukan adanya bahan aktif di dalam nucleus dan disebut sebagai nuclein. Akan tetapi peneliti ini belum bisa menetapkan apakah nuclein ini kromosom ataukah DNA. Gagasan bahwa gen terletak di dalam kromosom baru dikemukakan oleh W.Sutton pada tahun 1903 dan gagasan ini mendapat dukungan secara eksperimental oleh T.H.Morgan pada tahun 1910. Pada tahun 1922 Morgan melakukan pemetaan gen dan melakukan analisis menyeluruh mengenai posisi relatif lebih dari 2000 gen pada keempat kromosom Drosophila melanogaster.
Pada tahun 1953, James Watson and Francis Crick telah berhasil menemukan model struktur DNA. Publikasi dari model double heliks DNA ini disusun berdasarkan penemuan:
1. Penemuan struktur asam nukleat dari Pauling & Corey
2. Pola difraksi DNA (Single-crystal X-ray analysis) dari Wilkins & Franklin
3. Pola perbandingan jumlah A-T, G-C (1:1) dari Chargaff atau dikenal sebagai Hukum Ekivalen Chargaff:
· Jumlah purin sama dengan pirimidin
· Banyaknya adenin sama dengan timin, juga jumlah glisin sama dengan sitosin
Dengan menggunakan model-model molekuler yang terbuat dari kawat, Watson dan Crick mulai membuat model terskala dari suatu heliks ganda yang sesuai dengan hasil pengukuran sinar-X dan dengan apa yang kemudian dikenal tentang kimia DNA. Setelah gagal membuat model yang memuaskan yang menempatkan rantai gula-fosfat di bagian dalam molekul, Watson mencoba menempatkan rantai-rantai ini di bagian luar dan memaksa basa-basa nitrogen meliuk-liuk menuju bagian dalam heliks ganda. Bayangkan heliks ganda ini sebagai tangga tali yang mempunyai anak tangga yang kaku, dengan tangga terpuntir membentuk spiral. Tali-tali di sampingnya equivalen dengan tulang belakang gula-fosfat, dan anak tangganya mewakili pasangan basa nitrogen. Data sinar-X Franklin mengindikasikan bahwa heliks membentuk satu putaran penuh setiap 3,4 nm panjang heliks. Karena basa-basa tersebut tertumpuk hanya dengan jarak pemisah 0,34 nm, maka akan terdapat 10 lapis pasangan basa, atau anak tangga pada tangga, untuk setiap putaran heliks. Pengaturan ini menarik karena basa-basa nitrogen yang relatif hidrofobik ditempatkan di bagian dalam molekul sehingga jauh dari medium air di sekelilingnya.
Basa-basa dari nitrogen dari heliks ganda ini berpasangan dalam kombinasi yang spesifik: adenin (A) dengan Timin (T), dan guanin (G) dengan sitosin (C). Watson dan Crick menemukan unsur penting DNA ini terutama dengan proses trial and error. Pada awalnya, Watson membayangkan basa-basa tersebut berpasangan dengan basa sejenis (like-with-like, sejenis-dengan-sejenis)—sebagai contoh, A dengan A dan C dengan C. Tetapi model ini tidak sesuai dengan data sinar-X, yang menunjukkan bahwa heliks ganda tersebut mempunyai diameter yang seragam. Mengapa persyaratan ini tidak sesuai dengan konsep pasangan basa sejenis-dengan-sejenis? Adenin dan guanin adalah purin, basa nitrogen dengan dua cincin organik. Sebaliknya, sitosin dan timin adalah anggota famili basa nitrogen yang dikenal sebagai pirimidin, yang mempunyai satu cincin tunggal. Oleh karena itu, purin (A dan G) kurang lebih dua kali lebih lebar daripada pirimidin (C dan T). Pasangan purin-purin terlalu lebar, sedangkan pasangan pirimidin-pirimidin terlalu sempit untuk heliks ganda yang diameternya 2 nm. Jalan keluarnya adalah selalu memasangkan satu purin dengan satu pirimidin.
Watson dan Crick beralasan bahwa pasti ada kekhususan tambahan lain mengenai pemasangan yang ditentukan oleh struktur basa-basa itu. Setiap basa memiliki gugus-gugus samping kimiawi yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan pasangannya yang sesuai: Adenin dapat membentuk dua ikatan hidrogen dengan timin dan hanya dengan timin; Guanin membentuk tiga ikatan dengan sitosin dan hanya dengan sitosin. Notasi pendeknya, A berpasangan dengan T, dan G berpasangan dengan C.
Model Watson-Crick ini menjelaskan aturan-aturan Chargaff. Di mana saja satu untai molekul DNA memiliki sebuah A, untaian pasangannya pasti mempunyai sebuah T. Dan sebuah G pada satu untai selalu berpasangan dengan sebuah C pada untai komplementernya. Oleh karena itu, pada DNA dari setiap organisme, banyaknya adenin sama dengan banyaknya timin, dan banyaknya guanin sama dengan banyaknya sitosin. Meskipun aturan pemasangan basa menentukan kombinasi basa nitrogen yang membentuk “anak tangga” dari heliks ganda, aturan ini tidak membatasi urutan nukleotida di sepanjang masing-masing untai DNA. Jadi, urutan linear dari keempat basa ini dapat diubah-ubah dengan cara yang tidak terhingga banyaknya, dan setiap gen mempunyai urutan yang unik, atau urutan basa.
Pada bulan April 1953, Watson dan Crick menyentak kalangan ilmiah sedunia dengan satu artikel singkat setebal satu halaman di jurnal Inggris Nature. Artikel tersebut melaporkan model molekuler mereka untuk DNA: heliks ganda, yang sejak itu menjadi simbol bologi molekuler. Keindahan model tersebut adalah strukturnya menunjukkan mekanisme dasar replikasi DNA.
Perkembangan Biologi Sel dan Fisiologi
Pada mulanya penelitian tentang sel hanya dilakukan pada sel-sel mati yang diwarnai untuk melihat bagian-bagian sel yang ada. Baru pada taun 1899 perhatian para ahli beralih untuk mempelajari sel-sel hidup tentang gerakan-gerakan yang terjadi dalam sel seperti gerak amoeboid, siklosis, gerakan cilia, gerakan flagella bahkan gerak kontraksi sel-sel otot dapat diamati pada tingkat seluler. Pada akhir abad XIX, Overton mengemukakan teori tentang membran sel yaitu bahwa membran sel merupakan selaput tipis yang terdiri dari bahan lipoid. Michaelis kemudian membuat model membran sel untuk mempelajari aliran substansi atau bahan-bahan melewati membran sel. Dengan penemuan ini, berkembang pewarnaan sel pada sel yang masih hidup dengan memanfaatkan pengetahuan tentang sifat membran sel dalam hal permeabilitasnya.
Tahun 1909, Harrison dapat menunjukkan bahwa sel-sel saraf pada embrio dapat bertumbuh dan berkembang secara invitro. Dengan penemuan ini muncullah era baru dalam penelitian bidang biologi sel yaitu dengan berkembangnya kultur sel atau kultur jaringan.
Dengan berkembangnya kultur sel/jaringan maka berkembang pula penelitian dalam biologi sel, baik tentang struktur sel maupun fungsi sel serta bagian-bagiannya. Perkembangan penelitian di bidang biologi sel ini juga didukung oleh penemuan-penemuan di bidang ilmu fisika terutama dengan diketemukannya mikroskop elektron dan juga oleh penemuan-penemuan dalam hal pewarnaan sel hidup.
Penemuan-penemuan baru di bidang fisiologi sel ini antara lain ialah ditemukannya struktur/susunan membran sel, sifat-sifat membran sel, transportasi aktif melalui membran sel, reaksi sel terhadap rangsang/perubahan lingkungan, dasar mekanisme perangsangan dan kontraksi, nutrisi sel, pertumbuhan sel, sekresi sel dan aktivitas sel lainnya.
Perkembangan Biologi sel dan Biokimia
Perpaduan antara biologi sel dan biokimia sekarang dikenal sebagai sitokimia yang sebenarnya merupakan perpaduan metode ilmiah antara biologi sel dan kimia, biokimia dan fisiko-kimia.
Penelitian biokimia yang dilakukan Fisher dan Hofmeister pada tahun 1902 mendapatkan bahwa molekul protein mengandung asam amino yang terkait dalam ikatan peptid. Miescher (1869) dan Kossel (1891) dalam peelitiannya berhasil mengisolasi asam nukleus yang diduga memegang peranan penting pada sintese protein dan dalam proses pembelahan sel.
Penemuan lain yang berdasarkan pemikiran biologis ialah penemuan Ostwald yang melahirkan konsep tentang aktivitas enzim atau aktivitas katalitik dari enzim yaitu bahwa enzim adalah satu kesatuan molekul yang digunakan oleh sel untuk berbagai macam transformasi energi yang diperlukan dalam memelihara aktivitas kehidupan suatu sel.
Wieland (1903) dan Wargburg (1908) menyelidiki proses-proses terjadinya oksidasi dalam sel dan kemudian Altmann juga menemukan hubungan antara mitokondria dan proses oksidasi dalam sel. Batelli dan Stern (1912) dan kemudian Wargburg (1913) menyelidiki dan mengemukakan bahwa enzim-enzim pernapasan terdapat dalam beberapa partikel dalam sitoplasma. Mekanisme tentang oksidasi dalam sel ini kemudian dapat dijelaskan dan disempurnakan oleh Kellin (1934).
Pada tahun 1934 Bensley dan Hoerr dapat melakukan isolasi mitokondria dari dalam sel sehingga memungkinkan perkembangan penelitian lebih lanjut.
Akhirnya Claude dan Hogeboom berdasarkan penelitian-penelitiannya menyimpulkan bahwa mitikondria merupakan pusat terjadinya oksidasi dalam sel.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang makin pesat terutama tentang teknik radioaktif, elektron mikroskopis dan lain-lain menyebabkan perkembangan yang pesat dalam penelitian-penelitian sitokimia dengan didapatkannya cara isolasi mitokondria, kloroplas, nukleus, kompleks golgi, partikel-partikel mitotik dan komponen lain dalam sel.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Sejarah Biologi Sel dan Molekular,
Available at : http://www.ilmupedia.com/akademik/biologi/ 609-sejarah-biologi-sel-dan-molekuler.html
Opened at : 24 Desember 2009
Campbell, Neil, A, dkk, 2002, Biologi edisi V jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta
Juwono dan Achmad Zulfa Juniarto, 2000, Biologi Sel, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar